PERINGATAN TERHADAP FITNAH TAJRIH DAN TABDI’ SEBAGIAN AHLUS SUNNAH DI MASA KINI BAGIAN KE - 2

Oleh : Al-Allamah al-Muhaddits asy-Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd al-Abbad al-Badr

Wajib baginya menghentikan memakan daging para ulama dan para thullabul ‘ilm dan wajib pula bagi para pemuda dan penuntut ilmu untuk tidak mengarahkan pandangannya kepada tajrihat (celaan-celaan) dan tabdi’at (pembid’ahan) yang merusak tidak bermanfaat ini, serta wajib bagi mereka menyibukkan diri dengan ilmu yang bermanfaat yang akan membawa kebaikan dan akibat yang terpuji bagi mereka di dunia dan akhirat.

Al-Hafidh Ibnu Asakir –rahimahullah- mengatakan dalam bukunya, Tabyinu Kadzibil Muftarii (hal 29), “Ketahuilah saudaraku, semoga Allah menunjuki kami dan kalian kepada keridhaan-Nya dan semoga Dia menjadikan kita orang-orang yang takut kepada-Nya dan bertakwa dengan sebenar-benarnya takwa, bahwasanya daging para ulama –rahmatullahu ‘alaihi- adalah beracun dan merupakan kebiasaan Allah (sunnatullah) merobek tabir kekurangan mereka pula.” Dan telah kujabarkan dalam risalahku, Rifqon Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah, sejumlah besar ayat-ayat, hadits-hadits dan atsar-atsar berkenaan tentang menjaga lisan dari mencerca Ahlus Sunnah, terutama terhadap ulamanya.

Kendati demikian, hal ini tidaklah memuaskan sang pencela (jarih), bahkan dia mensifati risalahku tersebut tidak layak untuk disebarkan. Dia juga mentahdzir risalahku dan orang-orang yang menyebarkannya. Tidak ragu lagi, barang siapa yang mengetahui celaan (jarh) ini dan menelaah risalahku, ia akan menemukan bahwa perkara ini di satu lembah dan risalahku di lembah yang lain, dan hal ini sebagaimana yang dikatakan seorang penyair :Qod tunkiru al-‘Ainu Dhou’ asy-Syamsi min romadin Wa yunkriru al-Fammu tho’ma al-Maa’i min saqomin Mata boleh menyangkal cahaya matahari dikarenakan sakit mata dan mulut boleh menyangkal rasa air dikarenakan sakit mulut

Adapun ucapan si Jarih ini terhadap risalah Rifqon Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah, ucapannya : “misalnya tentang anggapan bahwa manhaj Syaikh Abdul Aziz bin Bazz dan manhaj Syaikh Utsaimin menyelisihi manhaj Ahlus Sunnah yang lainnya, maka hal ini adalah suatu kesalahan tidak diragukan lagi, yakni mereka berdua tidak memperbanyak bantahan dan membantah orang-orang yang menyimpang. Hal ini, sekalipun benar dari mereka, maka (ini artinya manhaj mereka) menyelisihi manhajnya Ahlus Sunnah wal Jama’ah, dan yang demikian ini artinya adalah sebuah celaan bagi kedua syaikh tersebut atau lainnya yang punya anggapan demikian!!!”

Maka jawabannya dari beberapa sisi :

Pertama, hal tersebut tidaklah terdapat di dalam risalahku bahwa Syaikh Abdul Aziz tidak memperbanyak bantahan. Bahkan, bantahan beliau banyak. Hal ini telah diterangkan dalam risalahku (hal. 51) sebagai berikut : “Hendaknya bantahan tersebut dilakukan dengan keramahan dan lemah lembut disertai dengan keinginan kuat untuk menyelamatkan orang yang salah tersebut dari kesalahannya apabila kesalahannya jelas dan tampak. Selayaknya seorang yang hendak membantah orang lain, merujuk kepada metodenya Syaikh Ibnu Bazz ketika membantah untuk kemudian diterapkannya.”

Kedua, Sesungguhnya aku tidak mengingat telah menyebutkan manhaj Syaikh Utsaimin di dalam membantah, dikarenakan aku tidak tahu, sedikit atau banyak, apakah beliau memiliki tulisan-tulisan bantahan. Aku pernah bertanya kepada salah seorang murid terdekatnya yang bermulazamah kepadanya sekian lama tentang hal ini, dan dia memberitahuku bahwa dia tidak mengetahui pula apakah syaikh memiliki tulisan-tulisan bantahan. Yang demikian ini tidaklah menjadikan beliau tecela, dikarenakan beliau terlalu sibuk dengan ilmu, menyebarkannya dan menulis buku-buku.

Ketiga, bahwasanya manhajnya Syaikh Abdul Aziz bin Bazz –rahimahullahu- berbeda dengan manhaj sang murid pencela ini dan orang-orang yang serupa dengannya. Dikarenakan manhajnya syaikh dikarakteristiki oleh keramahan, kelembutan dan keinginan kuat untuk memberikan manfaat kepada orang yang dinasehati dan demi menolongnya ke jalan keselamatan. Adapun sang pencela dan orang-orang yang serupa dengannya, manhajnya dikarakteristiki dengan syiddah[14], tanfir[15] dan tahdzir[16]. Dan mayoritas orang yang dicelanya di dalam kaset-kasetnya adalah orang-orang yang dulunya dipuji oleh Syaikh Abdul Aziz, yang beliau do’akan mereka (dengan kebaikan) dan beliau anjurkan mereka untuk berdakwah dan mengajari manusia serta mendorong dan beristifadah (mengambil manfaat) dari mereka.

Walhasil, sesungguhnya aku tidak menisbatkan kepada Syaikh Abdul Aziz bin Bazz – rahimahullahu- tentang ketiadaan-bantahannya terhadap orang lain. Adapun Ibnu ‘Utsaimin, aku tidak ingat pernah menyebutkan dirinya pada perkara bantahan, dan apa yang dikatakan si pencela ini tidak sesuai dengan risalahku. Hal ini merupakan dalil yang nyata tentang kesembronoannya dan ketidakhati-hatiannya (tanpa tatsabut). Jika hal ini dari dirinya tentang ucapan yang tertulis, lantas bagaimana keadaannya tentang apa-apa yang tidak tertulis???

Adapun ucapan pencela risalahku, “Aku sesungguhnya telah membaca risalah tersebut, dan aku telah mengetahui bagaimana sikap Ahlus Sunnah terhadap risalah ini. Semoga engkau akan melihat bantahannya dari sebagian ulama dan masyaikh, dan aku tidak menduga bahwa bantahan-bantahan tersebut akan berhenti sampai di sini, sesungguhnya akan ada lagi yang membantahnya, karena sebagaimana dinyatakan oleh seorang penyair :

Ja’a Syaqiiqun ‘Aaridlun rumhuhu Inna Baniy ‘Ammika fiihim rimaah. Datang Syaqiq (Saudara kandung) sambil menawarkan tombaknya. Sesungguhnya Bani (anak-anak) pamanmu telah memiliki tombak.” Demikianlah (yang dinyatakan si pencela ini), Aaridlun[17], padahal yang benar Aaridlon[18].

Tanggapan :

Bahwasanya Ahlus Sunnah yang ia maksudkan adalah mereka yang manhajnya berbeda dengan manhajnya Syaikh Abdul Aziz –rahimahullahu- yang telah kutunjukkan barusan, dan ia dengan perkataannya ini (bermaksud) menghasut (membangkitkan semangat) orang-orang yang tidak mengenal mereka untuk mendiskreditkan risalahku setelah ia menghasut orang-orang yang mengenal mereka.

Sesungguhnya aku tidak melontarkan tombak, namun sesungguhnya diriku hanya menyodorkan nasihat yang tidak mau diterima oleh si pencela ini dan orang-orang yang serupa dengannya. Dikarenakan nasehat itu bagi orang yang dinasehati, bagaikan obat bagi orang-orang yang sakit, dan sebagian orang-orang yang sakit menggunakan obat ini walaupun rasanya pahit dengan harapan akan memperoleh manfaat.

Diantara orang-orang yang dinasehati tersebut ada yang menjadikan hawa nafsunya menjauh dari nasehatku, tidak mau menerimanya bahkan mentahdzirnya. Aku memohon kepada Allah untuk saudara-saudaraku semuanya taufiq dan hidayah-Nya serta keselamatan dari tipu muslihat dan makar Syaithan.

Ada tiga orang yang menyertai si pencela ini, yang dua di Makkah dan Madinah dan kedua­duanya dulu muridku di Universitas Islam Madinah. Orang yang pertama lulus tahun 1384-1385 sedangkan yang kedua lulus tahun 1391-1392. Adapun orang yang ketiga berada di ujung selatan negeri ini. Orang yang kedua dan ketiga inilah yang mensifati orang-orang yang menyebarkan risalahku sebagai mubtadi’, dan tabdi’ ini merupakan tabdi’ keseluruhan dan umum, aku tidak tahu apakah mereka faham atau tidak, bahwa yang menyebarkan risalahku adalah ulama dan penuntut ilmu yang disifatkan dengan bid’ah.

Aku berharap mereka mau memberikanku masukan/alasan mereka atas tabdi’ mereka yang mereka bangun secara umum, jika ada, untuk diperhatikan lagi.

Syaikh Abdurrahman as-Sudais, Imam dan Khathib Masjidil Haram, pernah berkhutbah di atas mimbar di Masjidil Haram yang di dalamnya beliau mentahdzir dari sikap saling mencela Ahlus Sunnah satu dengan lainnya. Hendaknya kita alihkan perhatian kita kepada khuthbahnya, karena sesungguhnya khuthbahnya begitu penting dan bermanfaat.

Aku memohon kepada Allah Azza wa Jalla untuk menunjuki seluruh ummat kepada apa yang diridhai-Nya, agar mereka mendalami agama mereka (tafaqquh fid din) dan menetapi kebenaran, serta agar mereka menyibukkan diri dengan perkara yang bermanfaat dan menjauhkan dari apa-apa yang tidak bermanfaat. Sesungguhnya Ia berkuasa dan berkemampuan atasnya. Semoga Sholawat dan Salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad, kepada keluarganya dan para sahabatnya.

[Dialihbahasakan oleh Abu Salma dari kutaib al-Hatstsu ‘alat-tib`is Sunnah wa tahdziiri minal Bida’i wa Bayaanu Khatharaha, editor dan muraja'ah Ust. Abu Abdurrahman Thayyib, Lc dengan beberapa tambahan footnote dari beberapa sumber. Dan disebarkan oleh Lajnah Dakwah wa Ta’lim FSMS (Forum Silaturrahim Mahasiswa as-Sunnah) Surabaya]

Foote Note :

[14] Kekerasan, baik dengan sikap yang bengis, tidak ramah, tidak mau senyum kepada sesama muslim dan perangai-perangai buruk lainnya.

[15] Perilaku yang menyebabkan manusia lari dari kebenaran, enggan menerimanya dan menjauh dari ahli kebenaran.

[16] Sekarang coba perhatikan situs www.salafy.or.id !!! Pembaca budiman akan mendapatkan bahwa modal utama yang dijajakan situs ini adalah tahdzir dan tajrih. Mereka mengklaim bahwa situs ini adalah situs Jarh wa Ta’dil di Indonesia, aduhai sungguh mudah mengklaim daripada membuktikan, sebagaimana peribahasa mengatakan ad-Da’awiy maa lam tuqiimu ‘alaiha bayyinatin abna’uhaa ad’iyaa’ (Pengaku tanpa disertai bukti hanyalah pengaku-ngaku belaka). Syaikh al-Allamah Abdul Muhsin al-Abbad telah menjelaskan kekeliruan klaim Jarh wa Ta’dil ini dalam transkrip tanya jawab beliau dengan seorang Yamani, yang dimuat di situs www. calltoislam.com (Forum). Silakan dirujuk karena besar manfaatnya.

Terlebih lagi, seorang pembaca yang berakal, pasti akan mengetahui dengan gamblang bagaimana manhaj ghuluw (ekstrim dalam mencela dan membid’ahkan) tidak akan menghasilkan kemanfaatan bagi ummat, bahkan akan menimbulkan perpecahan di tubuh ummat sendiri. Sebagaimana pernah ditanyakan kepada Syaikh Salim al-Hilaly dan Syaikh Muhammad Musa Nashr –hafidhahumallahu- tentang hal ini (contoh. perpecahan di tubuh salafiyah), maka mereka berdua –hafidhahumallahu- telah memberikan jawaban yang indah dan memuaskan.

Syaikh Salim –hafidhahullahu berkata : “Sebenarnya terdapat sekelompok orang yang tidak memiliki rasa takut kepada Allah, yang berupaya untuk memecah-belah para ulama salaf dengan menyebarkan berita-berita bohong, dan mengarang kejadian-kejadian fiktif yang sebenarnya tidak ada, membesar-besarkan kesalahan, sibuk dengan qila wa qola dan mengadu domba. Wajib bagi para da'i dan ulama salaf agar waspada terhadap kelompok-kelompok pembuat makar dan keji ini, yang mengingatkan aku tentang pemikiran yang dibawa Al-Haddadi sejak sepuluh tahun yang lalu yang menamakan kelompok mereka dengan As-Sunnah; (berkedok) memerangi ahli bid'ah dan sebagainya, ternyata mereka berupaya untuk mencela para ulama salaf yang terbaik. Mereka mencela Ibn Hajar, an-Nawawi bahkan hampir saja mereka mencela Syeikhul Islam dan Ibn al-Qayyim. Kini kelompok new-Haddadi ini muncul kembali dengan wajah baru, maka para ulama harus benar-benar waspada kepada kelompok yang zhalim terhadap diri mereka, zhalim terhadap para penyeru kepada dakwah salafiyyah”.

Syaikh Musa melanjutkan, “Namun ada orang-orang yang berusaha memecah belah barisan ulama, mengadu domba antara penuntut ilmu sebagaimana yang diterangkan Syeikh Salim dalam jawabannya tadi. Dari sini kami peringatkan kepada para du’at salafi untuk mewaspadai gerakan ini yang targetnya hanyalah kejelekan terhadap dakwah salaf yang telah tersebar di seantero dunia Islam bahkan diseluruh dunia, sebagaimana menyebarnya api jika disulut minyak”.

Jika kita cermati mereka (contoh: kaum ghulath mantan Laskar Jihad), tampak sekali perselisihan yang amat sangat keras di antara mereka. Kini mereka terpecah-pecah menjadi puing-puing yang antara satu dengan lainnya saling mencerca dan menghujat. Masing-masing mengklaim diri mereka di atas kebenaran dan fihak yang menyelisihinya dikatakan di atas kebathilan. Tidak heran label Ahlul Ahwa’ disematkan bagi mantan panglima yang mereka junjung tinggi dahulu dan kini mereka tinggalkan. Tidak mau kalah, sang purnawirawan panglima balik menyematkan kepada mantan pembebeknya dengan label Ahlul Fitnah wal Khianah. Tidak cukup sampai di sini, muncul lagi istilah RMS (Riau-Makasar-Solo) sebagai pemberontak dakwah salafiyyah menurut kubu Lukman Ba’abduh cs., yakni Riau (Dzul Akmal cs.), Makasar (Dzulqornain cs.) dan Solo (Na’im cs.). Dagelan apa lagi yang akan mereka munculkan kini??? Nas’alullaha salamah wal ‘aafiyah. Apakah ini yang dinamakan dengan dakwah salafiyyah yang mempersatukan ummat di atas manhaj al-Haq ??? “Permusuhan antara sesama mereka adalah sangat hebat. Kamu kira mereka itu bersatu, sedang hati mereka berpecah belah.” (QS al-Hasyr (59) : 14)… Maka berfikirlah wahai orang-orang yang berakal…!!!

[17] Kata Aridlun di sini sebagai na’t/sifat.

[18] Kata Aaridlon di sini sebagai haal.

Komentar :

ada 0 komentar ke “PERINGATAN TERHADAP FITNAH TAJRIH DAN TABDI’ SEBAGIAN AHLUS SUNNAH DI MASA KINI BAGIAN KE - 2”

Posting Komentar

 

Pengikut

Recent Comments